Menjadi darah mu adalah anugrah terbesar bagiku
Cintamu sederhana Ayah
Tak kau biarkan seinci pun ada goresan
Bahkan ketika kulitku memerah karena serangga
Senjata senjata proteksi andalanmu pun beraksi tak henti
Sederhana sekali, dicintai dan dijaga sepenuh hati
Cintamu sederhana Ayah
Selalu kau ciptakan senyum dan tawa bahagia
Dulu, sering kau ku jadikan makenin ku
Meski kau asyik menikmati tontonan
Tak pernah menolak untuk ku ikat rambut gondrongmu
Bandana dan bedak pun hampir tidak pernah absen
Lucu sekali mengingat kebiasan anak perempuanmu ini
Aku tau, semua demi tawa bahagia ku
Tak boleh siapapun lukai hati gadis kecilmu
Reaksimu pasti akan lebih berang dari seekor singa
Aku paham Ayah,
Sederhana sekali, kau mencintai dan menjagaku sepenuh hati
Dalam memori masa kecilku, cintamu selalu sederhana
Ayah,
Kau adalah orang pertama yang ku pamerkan rambut panjangku
Dijalin indah oleh ibu, berlari ku datang padamu
Kau sambut aku dengan senyum
kau panggil aku Siti
Aisyah mu
Ayah,
Kau adalah orang pertama yang paling percaya pada
kemampuanku
Kau juga orang pertama yang paling sombong atas kebisaanku
Ketika gadis 6 tahun mu mampu puasa sebulan penuh
Ketika aku juara pertama di kelas
Ketika aku menangkan sejumlah lomba
Semangat pertama selalu dari mu
Kebanggaan pertama juga pasti untukmu
Sederhana sekali, bahagia ku bahagiamu
Ayah, seiring waktu aku sadar
Cintamu ternyata tidak sesederhana itu
Cintamu luarbiasa
Kau yang kuatkan aku ketika kita dihadapkan kehilangan
nyawa, harta, hampir segalanya
gadismu bingung, apa yang terjadi pada hidup kita Ayah?
Tidur kita dimana, mana alas kepala kita Ayah?
aku hanya tau tentang hidup yang sempurna
bahwa aku sudah punya yang aku punya
Ayah,
Cintamu luarbiasa
kau tatakan hatiku perlahan
yang aku tau, saat itu hatimu masih berantakan Ayah
kau jagakan tidur nyenyakku dalam dekapmu
sementara tak sealas bantal pun di kepalamu
kau tak ingin aku benar-benar rasakan pilunya ketika roda
dibawah
kau tak ingin lukaku semakin perih
kau ingin ada tawaku di hari esok
tawa yang bisa sembuhkan perih lukamu
tawa yang semangati hari-hari mu
tawa yang buatmu terus kuat untuk ku, untuk kami, untuk kita
bahagia ku bahagia mu, sedih ku sedih mu
Ayah,
Cintamu luarbiasa
Meski tak pernah kau ungkapkan,
Aku tau cintamu luarbiasa
Kau tata kembali hidupmu perlahan
Siang malam tak kenal waktu kau cari rezeki
Demi aku dan adik-adikku
Demi pendidikan kami
Demi masa depan kami
Demi makan kita
Demi hidup kita
Ayah,
Cintamu luarbiasa
Kuat mu jadi kuat ku,
Kau ajarkan aku tentang hidup
Tentang roda yang berputar
Tentang hidup yang tidak selalu bahagia
Sakit pun harus aku rasa
Demi mendewasakan gadis kecilmu
Ayah,
Aku belajar tentang hidup darimu
Aku melihatmu jatuh Ayah,
titik terendah mu, titik terendah kita
Kau kehilangan, kau diabaikan, kau dicampakkan,
Hingga yang tersisa benar-benar dirimu sendiri
Kau diam dalam teguhmu, tegar dan tabahmu
Aku beranjak dewasa Ayah
Aku tau,
bukan karena kau lemah
bukan tak ada usaha dibalik diammu
bukan karena kau pasrah dan menyerah
tapi karena percaya
bahwa ada pelangi setelah hujan
ada kemudahan setelah kesulitan
fainna ma’al ‘usri yusra
Ayah,
Tanpa pernah kau sadari
Kau telah ajarkan aku segalanya tentang hidup
Dua puluh empat tahun aku bersama mu
Aku melihat semua fase hidupmu
Aku saksi ketika kau bangun dari jatuh
Perlahan tak mengapa
Aku selalu di sampingmu
Bahkan hinggga kini kau telah berdiri lagi
Kita selalu percaya
Allah sebaik-baiknya pengatur rencana
Ayah,
Kini bahagiamu bahagiaku
Sedihmu kini jadi sedihku
Usia mu tak lagi muda, Ayah
Garis wajah mu jelas menampakkan
Keras kau berjuang menghidupi kita
Tapi masih
Sering kau menampik garis garis itu
Menolak uban di kepalamu
Ayah,
Bahagiaku melihatmu bahagia dan tertawa
Bahagiaku melihatmu rindu
Kadang kau mencari suara renyah tawa Siti Aisyahmu dulu
Meski dibalik telpon genggam
Tapi masih,
Tak kau akui kerinduanmu
Ayah,
Tetaplah seperti ini
Menjadi ayah yang istimewa untuk kami
Cintamu sederhana namun sungguh luarbiasa
With love
Your daughter
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete